Di Australia berhasil direkayasa pemijahan ikan tuna sirip biru dalam
instalasi penangkaran. Sukses riset itu, dapat menjamin kelestarian
spesies ikan yang terancam punah ini.
Ikan tuna sirip biru merupakan jenis ikan yang paling digemari dan
berharga paling mahal di pasar dunia. Permintaan utama datang dari
Jepang. Lazimnya ikan tuna sirip biru dijadikan Sushi, makanan khas
Jepang yang kini sudah mengglobal.
Tidak mengherankan jika jenis ikan tuna itu merupakan yang paling
terancam kelestariannya. Sejumlah negara terus berusaha mengerem
perburuan ikan pemangsa yang kini jadi jadi makanan kegemaran manusia,
dengan cara menetapkan kuota penangkapan yang amat ketat.
Tapi godaan amat menggiurkan dari pasar ikan global, menyebabkan kuota
itu semakin sering dilanggar. Sebagai ilustrasi, di pasar pelelangan
ikan ibukota Jepang, Tokyo, seekor ikan tuna sirip biru seberat 200
kilogram, mencatat rekor penawaran hingga 100.000 Euro.
Cetuskan gagasan budidaya
Hagen Stehr yang dijuluki "raja ikan tuna Australia" sejak bebeberapa
dasawarsa menjadi pemburu ikan tuna paling terkemuka di kawasan perairan
"down under". Lapar akan ikan tuna di pasar global, menjadikan Stehr
yang kelahiran Salzgitter Jerman, sebagai salah seorang nelayan
multi-milioner di kota pelabuhan kecil Port Lincoln di kawasan pantai
selatan Australia.
Akan tetapi di awal tahun 90-an, cadangan ikan tuna sirip biru di
kawasan endemiknya perairan selatan Australia, merosot amat drastis.
Pemerintah Australia mengambil langkah antisipasi untuk mencegah
kepunahannya dengan menetapkan kuota penangkapan yang amat ketat.
Kebijakan ini memaksa Stehr banting setir, dari nelayan pemburu ikan
tuna menjadi peternak budidaya tuna. Ia tidak lagi memburu ikan tuna
dewasa yang memang semakin jarang, tapi membudidayakan anakan tuna di
peternakan keramba lautnya. Dengan cerdik, lelaki keturunan Jerman yang
sempat jadi anggota tentara legiun asing Perancis itu menyiasati aturan
kuota penangkapan tuna.
Investasi mahal
Di keramba atau jaring terapung lautnya, Stehr membudiyakan lebih dari
3000 anakan tuna. Aquakultur atau budidaya perairan adalah bisnis yang
investasinya amat mahal dengan risiko tinggi. Untuk menaikan bobot
seekor ikan tuna sebanyak satu kiklogram, ikan ini harus memangsa
sekitar 25 kilogram pakan berupa ikan kecil.
Di peternakan ikan tuna milik Hagen Stehr setiap harinya diperlukan
pakan berupa ikan herring atau sarden sebanyak 30 hingga 40 ton. Bagi
Stehr ini ibaratnya permainan taruhan untung-untungan. "Ibaratnya, kita
setiap hari memegang uang 30.000 hingga 40.000 Dolar, dan membuangnya ke
laut. Setelah itu kita berdoa kepada Tuhan, agar di akhir musim,
panenan memberikan keuntungan", papar Stehr dengan serius.
Setiap enam bulan sekali dilakukan panen ikan tuna dari keramba
budidaya. Sebagian besar ikan yang dipanen diekspor dalam bentuk ikan
beku utuh ke Jepang.
Revolusi budidaya ikan tuna
Hagen Stehr sebetulnya bisa dengan tenang melanjutkan bisnis dari
budidaya ikan tuna di jaring terapung yang sudah tergolong sukses. Juga
ia bisa pensiun dan menikmati kekayaan yang dikumpulkannya. Namun Stehr
justru memulai proyek baru yang amat ambisius.
Di kawasan pantai terpencil Arno Bay, sekitar 200 kilometer dari Port
Lincoln, ia melaksanakan sebuah proyek rahasia. Yakni merekayasa
pemijahan ikan tuna sirip biru di dalam keramba. Sejauh ini, pemijahan
ikan tuna tidak alami seperti itu nyaris mustahil terjadi.
Areal perusahaan pemijahan ikan tuna "Clean Seas" di Arno Bay mirip
dengan kubu pertahanan yang dijaga amat ketat. Stehr memanggil para
ilmuwan pakar perikanan dari Denmark, Jepang dan AS untuk bekerja di
lembaga risetnya. Sejauh ini sudah ditanamkan modal sekitar 35 juta
Dolar dalam proyek penelitian itu.
"Ikan tuna jauh lebih peka dibanding jenis ikan lainnya", kata pakar
biologi Morton Deichmann. "Jika merasa stres, ikan ini mogok makan dan
mati. Amat sulit memeliharanya dalam keramba tanpa membuatnya cedera.
Kami mula-mula harus belajar bagaimana hal itu bisa dilakukan",
tambahnya.
Perjalanan virtual
Masalah lainnya, ikan tuna sirip biru biasanya memijah, setelah
menempuh perjalanan ratusan kilometer pulang pergi di perairan bebas. Di
Australia, biasanya ikan tuna menempuh rute perjalanan dari pantai
selatan menuju pantai barat hingga ke Papua Nugini dan balik lagi ke
tempat awal. Untuk menempuh jarak ini diperlukan waktu lima bulan.
Stehr melontarkan gagasan cemerlang yang kelihatannya sederhana. Yakni
menipu ikan tuna, seolah-olah sdah menempuh perjalanan ratusan
kilometer. Pada kolam pemeliharaan sepanjang 40 meter dilakukan
rekayasanya. Arus air, kandungan garam serta suhu air terus diubah dan
disesuaikan dengan kondisi rute alami ikan tuna.
Rahasia lainnya yang memainkan peranan amat besar, adalah instlasai
pencahayaan yang dikendalikan komputer, yang menipu ikan tuna dengan
fase siklus bulan mati hingga bulan purnama, hingga gambaran rasi
bintang tertentu. "Kami menciptakan perasaan pada ikan-ikan itu sudah
menempuh perjalanan ratusan kilometer. Dengan itu mereka kemudian akan
memijah dan memproduksi banyak anakan", kata Stehr.
Sukses memijah
Experimen dimulai Oktober 2006. Helikopter menerbangkan induk ikan tuna
seberat 200 kilogram ke instalasi riset "Clean Seas" di Arno Bay.
Selama dua tahun terus dilakukan rekayasa perjalanan virtual. Terobosan
sukses terjadi 12 Maret 2009, ketika pertama kalinya induk tuna memijah.
Sebuah momen bersejarah bagi Stehr dan para ilmuwan penelitinya.
Namun hingga sukses budidayanya masih diperlukan waktu lama. Anakan
ikan sepanjang 10 sentimeter dari pusat riset harus diternakan terlebih
dahulu di keramba terapung di lautan. Baru pada tahun 2015 generasi
pertama ikan tuna hasil pemijahan itu diperkirakan dapat dipasarkan.
Jika semua lancar, terbuka bisnis bernilai ratusan juta Dolar. Bagi
Hagen Stehr itu bukan tujuan utama. "Cadangan ikan tuna sedunia semakin
terancam. Apa yang kami lakukan di sini adalah jalan yang tepat, jika
kita di masa depan masih ingin makan ikan tuna. Tidak ada alternatif
lain", katanya.
Hagen Stehr yang dulu dengan armada penangkap ikan tunanya, ikut adil
menguras cadangan alami, kini justru membudidayakannya, dan dengan itu
sekaligus menjamin kelangsungan hidup ikan tuna serta bisnisnya
sumber : http://www.dw.de/dw/0,,3325,00.html